Selasa, 27 November 2012

Layar Kembara Bahari Meniti “Lintas Timur Jangkar Leluhur”


KRI Surabaya berlabuh di Morotai, inilah kapal yang menampung ratusan
pemuda tempat dimana Rama berbagi pengalaman dengan pemuda bahari
Puncak dari fase ke 3 ini adalah keikutsertaan Rama dalam Sail Morotai 2012. Sayang sekali, Kona ditinggal di Alor. Menurut jadwal semula, Kona dan Rama akan singgah di Morotai sebulan sebelum acara puncak Sail Morotai pada tanggal 15 September, akan tetapi perkembangan pelayaran tidak memungkinkannya. Ternyata keterlambatan skedul ada hikmahnya juga. Andaikata Rama dan Kona datang bulan Agustus, dapat diperkirakan Morotai masih sepi.
 Awal bulan September, Tim Kembara Bahari diberi kesempatan untuk membuat presentasi tentang Ekspedisi Kembara Bahari kepada Menkokesra Agung Laksono; staf ahli beliau, Dr. Aulia Rahman; dan Drs. Sugihartatmo MPIA, Deputy V Pariwisata, Pemuda, Kebudayaan, Olahraga yang menangani sailsail sejak pertama kali diadakan oleh pemerintah. Mereka semangat mendengarkan paparan Tim dan melihat nilai dan potensi ekspedisi “Kembara Bahari: Lintasan Timur, Jangkar Leluhur” dalam menggugah semangat bahari bangsa kita.
Dikatakan bahwa untuk Sail Komodo 2013, kegiatan Kembara Bahari bisa ikut diprogramkan sejak awal persiapannya namun untuk tahun ini, yang paling tepat adalah untuk mengikutsertakan Rama dalam kegiatan pemuda Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari/Kapal Pemuda Nusantara di atas KRI Surabaya agar pemuda pemudi bisa belajar dari pengalaman Rama sebagai seorang solo voyager, mengarungi Lautan Pasifik seorang diri, dan berbagi pengalamannya melintas perairan Indonesia Timur dalam ekspedisi Kembara Bahari.
Puncak acara mereka adalah kegiatan Deklarasi Generasi Muda Insan Bahari Indonesia pada tanggal 14 September disaksikan para menteri dan partisipasi dalam
acara Sail Morotai 2012, keesokan harinya menyajikan tarian di hadapan Presiden RI. Selama berhari-hari mereka latihan agar setiap langkah sempurna, setiap nada tepat. Saat hari H tiba Generasi Muda Insan Bahari Indonesia (GM-IBI) dideklarasikan di bawah terik matahari siang dan diakhiri dengan membentangkan bendara Merah Putih seluas 1.000 meter. Momen yang sangat mengharukan, membuat penonton berdiri spontan untuk mengangkat Sang Saka Merah Putih sambil menyanyikan, “....bendera merah putih, pelambang berani dan suci, siap selalu kami berbakti, untuk bangsa dan ibu pertiwi...”
Morotai adalah kabupaten baru dan kesempatan untuk menjadi tuan rumah acara bahari ini merupakan kesempatan emas untuk mempercepat pembangunan daerahnya. Mereka diberi waktu dua tahun untuk mempersiapkan diri, untuk membangun jalan dan mendirikan fasilitas yang diperlukan untuk ajang acara sebesar itu. Pembangunan digenjot dalam tiga bulan terakhir dengan dukungan pemerintah pusat. Yang terasa adalah bahwa semua terfokus pada kelancaran acara resmi kunjungan Presiden beserta rombongan menteri, padahal Presiden hanya 6 jam di Morotai. Yang belum diselesaikan dengan rapi disembunyikan di balik billboards besar dengan wajah-wajah para pejabat daerah dan pusat. Surat kabar mengangkat berita tentang ketidaksiapan daerah menyambut kedatangan ribuan orang. Harapannya adalah pemerintah daerah terpicu untuk berbuat lebih untuk masyarakatnya setelah acara ini selesai, seperti kota-kota tuan rumah sail-sail yang lalu, seperti Bunaken, Kupang.
Sail Morotai 2012” sedikit sekali berkaitan dengan “sailing” dan sesungguhnya lebih berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah yang menjadi tuan rumah acara puncak. Kapal-kapal layar dari mancanegara yang berangkat dari Darwin bulan Juli lalu, melalui Kupang, Saumlaki dan Talau untuk ikut serta dalam Sail Morotai diberi kesempatan untuk melakukan sail past hanya pada akhir acara, setelah kapal-kapal perang mancanegara dan pada ujung acara menjelang penutupan, sehingga tidak ada yang menaruh perhatian padanya. Tidak ada yang memperhatikan indahnya kapal-kapal warna-warni dengan layar mereka mengembang bangga di hembus angin. Sailboats di Sail Morotai 2012 sekadar catatan kaki saja, pemicu untuk kegiatan yang lebih besar dengan dampak yang luas.
Hal ini untungnya tidak disadari oleh pelaut-pelaut mancanegara peserta Sail Morotai 2012. Ketika Rama mengikuti acara yang dirancang panitia Sail Morotai di Alor, mereka menikmati keramahan sambutan di Alor dan upaya panitia setempat untuk memperkenalkan Alor sebagai tujuan wisata, meskipun dengan fasilitas terbatas.
Alor memang mempunyai daya tarik tersendiri. Warna-warni laut yang jernih dan langit yang bersih menakjubkan. Saat Rama berlayar dari Amerika ke Tanah Air, ia singgah di Alor dan berbaur dengan warga Kalabahi. Ia ketemu lagi dengan kawan-kawan lamanya. Akan tetapi, kali ini, Rama dan Tim Darat melihat lebih dekat betapa sulitnya kehidupan penduduk di kepulauan Alor, pembinaan terusmenerus oleh teman-teman WWF agar masyarakat memahami pentingnya menggunakan teknik-teknik mancing yang sustainable; dan upaya budidaya rumput laut warga desa Munaseli di pulau Pantar. Semua tantangan hidup dihadapi warga dengan tegar dan enteng. Bercengkerama dengan warga Kalabahi sambil mendengarkan cerita-cerita mereka mengenai penduduk pulau Buaya yang keras, mengenai legenda orang laut, mengenai kerajaan di bawah pusaran air ‘Mulu Kumbang’ mengenai ‘moko’ Jawa yang digunakan sebagai mas kawin. Sungguh menarik, cermin lalu lalang nenek moyang kita mengarungi lautan.© Dispotmar
Cakrawala Edisi 412 Tahun 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar