Selasa, 04 Desember 2012

MISI SENYAP RI TJANDRASA-408 DI IRIAN BARAT



Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, tekad sebagai bangsa yang merdeka dan bebas dari segala penjajahan sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 telah menjadi kebulatan dan tekad bangsa Indonesia untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, yakni seluruh wilayah bekas Hindia Belanda termasuk Irian Barat.
Tetapi Belanda rupanya memiliki kepentingan terhadap Irian Barat sehingga pada saat pengakuan kedaulatan terhadap RI Tahun 1949, tidak mengakui wilayah Irian Barat sebagai bagian integral wilayah RI. Gelagat Belanda tersebut sudah diketahui sejak digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Agustus 1949, diantaranya mencapai kompromi untuk pengakuan kedaulatan RI.
Dalam perundingan tersebut terdapat adanya perbedaan yang relatif mendasar tentang masalah kedaulatan Irian Barat. Menurut Delegasi Indonesia yang terdiri dari wakil-wakil Republik dan Federal, pengertian tentang kesediaan Pemerintah Belanda untuk mengakui kedaulatan atas seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah termasuk Irian Barat.

Dari Diplomasi ke Konferensi
             Pada tanggal 25 Maret sampai dengan 1 April 1950 diselenggarakan Konferensi Indonesia-Belanda yang mencantumkan agenda masalah Irian Barat. Delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Negara Dr. Supomo, konferensi tidak menghasilkan kesepakatan tentang status Irian Barat. Kemudian pada tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi di Den Haag mengenai Irian Barat, delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Dr. Muhamad Roem. Tetapi Belanda tetap tidak bersedia melepaskan Irian Barat.
Usaha pemerintah Indonesia untuk tetap menyelesaikan sengketa lewat perundingan tidak juga membawa hasil. Atas sikap keras kepala Belanda ini menimbulkan reaksi spontan di kalangan rakyat Indonesia. Salah satunya tindakan yang diambil RI adalah penghapusan Misi Militer Belanda sebagai salah satu perlengkapan persetujuan KMB pada tanggal 21 April 1953. Ketegangan semakin meningkat setelah Belanda mengambil tindakan dengan memperkuat kekuatan militernya di wilayah Irian Barat, antara lain dengan mengirimkan kapal Induk Hr.Ms. Karel Doorman ke perairan Indonesia bagian timur. Sebagai balasan terhadap pemerintah Indonesia yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960.

Tindakan Belanda tersebut akhirnya mendorong Pemerintah Indonesia untuk membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang diresmikan pada tanggal 11Desember 1961 oleh Presiden Soekarno dengan Keputusan Presiden Nomor 618 Tahun 1961 sehingga akhirnya merumuskan keputusan yang dinamakan “Tri Komando Rakyat” (Trikora) yang isinya berbunyi: 
a. Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda kolonial.
b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian barat, Tanah Air Indonesia
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan   bangsa.

Operasi di Bidang Militer
Dengan dikumandangkannya Trikora, perjuangan nasional pembebasan Irian Barat telah mencapai suatu titik yang tidak bisa ditarik mundur (point of no return) tanpa memikirkan untung rugi, menang atau kalah. Trikora merupakan fase baru dalam perjuangan pembebasan Irian Barat dari fase diplomasi menjadi konfrontasi disegala bidang, termasuk bidang militer. Selanjutnya pemerintah Indonesia membentuk Komando Mandala untuk melaksanakan operasi dan strategi, sekaligus bertanggung jawab terhadap administrasi dan logistik terhadap pasukan tiap-tiap angkatan.
Setelah wewenang diberikan, Komando Mandala membentuk Komando Angkatan Darat Mandala (ADLA), Komando Angkatan Laut Mandala (ALLA), Komando Angkatan Udara Mandala (AULA), Komando Udara Gabungan Mandala dan Komando Pasukan Gabungan Mandala, masing-masing komponen dipimpin oleh seorang panglima.
Angkatan Laut Mandala melaksanakan empat tahapan operasi. Tahapan pertama adalah fase show of force (pamer kekuatan), tahap kedua fase infiltrasi (penyusupan), tahap ketiga fase eksploitasi, dan keempat tahap fase konsolidasi.Bagi Angkatan Laut Mandala tahap kedua atau fase infiltrasi disebut juga pre-operations dan ini dilaksanakan oleh Kesatuan Kapal Cepat Torpedo (KKCT) dan Kesatuan Kapal Selam (KKS).

Operasi Kapal Selam
Kesatuan Kapal Selam-15 (KKS-15) yang diresmikan pada tanggal 1 Juni 1962, memiliki kesatuan yang terdiri dari empat kapal selam yaitu: RI Nagabanda-407, RI Tjandrasa-408, RI Nagarangsang-404 dan RI Trisula-402 serta sebuah kapal tender Bengawan yang sekaligus digunakan sebagai kapal markas. Setelah diresmikan pembentukannya, KKS-15 ditugaskan untuk melakukan operasi pendaratan secara diam-diam di sekitar Hollandia (Jayapura). Operasi ini dinamakan operasi lumba-lumba dan embarkasi ditetapkan di Bitung pada tanggal 25 Juli 1962. Karena tidak ada ketentuan tentang kedatangan pasukan tersebut, maka diberangkatkan empat kapal tersebut ke daerah operasi yaitu tepatnya pada tanggal 20 Juli 1962 untuk melaksanakan free hunting menghancurkan kapal destroyer dan fregat Belanda serta tugas pengintaian.
Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Satu persatu kapal selam ALRI meninggalkan pangkalan Ujung, Surabaya. Dalam kegelapan malam dan penuh kerahasian, tanpa upacara pelepasan pemberangkatan, kapal selam menyusuri alur pelayaran barat selat Madura yang sangat gelap namun aktivitas pelayaran niaga di malam hari sudah terhenti. Dengan panduan kelapkelipnya lampu-lampu bouy sebagai penuntun, kapal keluar ke laut lepas menuju ke titik kumpul di perairan Indonesia Timur. Di titik kumpul tersebut, kapal-kapal selam yang tergabung dalam KKS-15 bermarkas di sekitar kapal tender yaitu AL Bengawan (kapal niaga bernama KM Bengawan milik PELNI yang dimiliterisasi). Kapal ini dipergunakan karena kapal induk kapal selam yang dipesan dari USSR, RI Ratulangi, belum tiba di Indonesia. KKS-15 dikomandani oleh Kolonel Pelaut R.P. Poernomo yang berada langsung di bawah perintah Panglima Angkatan Laut Komando Mandala dan bertugas untuk mengawasi kekuatan lintas laut dan melaksanakan tugas-tugas khusus di daerah perairan bagian utara Irian Barat dan Samudra Pasifik. Pada tanggal 15 Agustus 1962, Kolonel Poernomo memerintahkan eksekusi Operasi Tjakra II kepada RI Trisula-402, RI Tjandrasa-408 dan RI Nagarangsang-404 yaitu mendaratkan pasukan RPKAD ke Irian Barat. RI Tjandrasa-408 yang dikomandani Mayor Pelaut Mardiono mendapat tugas untuk mendaratkan tim penyusup satu regu pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Lettu Infanteri Dolf Latumahina.

Operasi Tjakra II
Armada Angkatan Laut Belanda di Irian Barat didukung pengindera jarak jauh yang canggih dari Armada ke 7 Angkatan Laut Amerika Serikat memiliki kemampuan mendeteksi kehadiran kapal-kapal selam ALRI di Irian Barat. Disinilah, diuji taktik peperangan kapal selam seperti taktik pertempuran bawah air dan taktik anti kapal selam, yang untuk pertama kalinya dipraktekkan di lapangan secara faktual oleh kapal selam Armada RI. Jalur lintas laut Hollandia atau sekarang Jayapura Biak Kepala Burung di Irian Barat berada dalam pengawasan kapal-kapal selam RI. Di perairan perbatasan RI dengan Irian Barat telah siap tempur unsur-unsur Armada RI dan kekuatan udara dari AURI. Infiltrasi atau penyusupan telah dilakukan melalui jalur laut dan udara, komando untuk menyerbu ke daratan Irian Barat hanya tinggal menunggu waktu saja. Saat itu semua kapal perang kita telah dicat dengan penyamaran atau camouflage untuk perang. Semua rakyat Indonesia telah berbulat tekad untuk merebut Irian Barat melalui jalan perang, jika jalan damai tidak mungkin lagi ditempuh. Dalam suatu pidato yang menggebugebu, Presiden RI Pemimpin Besar Revolusi Panglima Tertinggi APRI Soekarno mencita-citakan untuk dapat merayakan Hari Proklamasi RI 17 Agustus 1962 di bumi Irian Barat. Suatu cita-cita yang mengindikasikan sebuah perintah kepada kekuatan tempur untuk sewaktu-waktu siap menggempur Belanda yang masih bercokol di Irian Barat.
Kapal selam pada umumnya akan dalam posisi yang lemah bila terdeteksi terlebih dahulu oleh unsur anti kapal selam lawan. Hal ini dialami oleh RI Nagabanda-407 yang terdeteksi oleh destroyer Belanda di daerah pengintaian di Samudra Pasifik, bagian utara Irian Barat saat melaksanakan Operasi Tjakra I. Saat itu, RI Nagabanda-407 terpaksa melakukan taktik duduk di dasar laut untuk menyulitkan kecepatan deteksi lawan dan selama kurang lebih 36 jam membenamkan diri di dasar samudra. Meskipun mengalami kerusakan akibat dihujani bom-bom laut Belanda, RI Nagabanda-407 berhasil kembali ke pangkalannya dengan selamat. Sejak kejadian tersebut patrol udara armada Belanda dengan pesawat pengintai Neptune semakin intensif sehingga kapalkapal selam ALRI harus lebih waspada. Di siang hari kapal selam mutlak harus berlayar dengan menyelam, sedangkan pada malam hari bila situasi dipandang aman, barulah kapal berlayar di permukaan laut untuk pengisian baterai kapal.
Daerah pendaratan tim RPKAD ini di Teluk Tanah Merah; kira-kira 30 mil di sebelah barat kota Hollandia yang sekarang dinamakan Jayapura. Pendaratan tim dari RPKAD ini dilaksanakan dengan sarana sebuah perahu karet. Masing-masing personel penyusup dibekali antara lain dengan paket perlengkapan untuk bertahanan hidup di rimba atau jungle survival. Pada malam hari yang gelap, RI Tjandrasa-408 tiba di daerah sasaran pendaratan. Dalam posisi setengah menyelam, perahu karet diluncurkan dari anjungan kapal selam atau conning tower. Tiba-tiba tampak di layar monitor radar sebuah pesawat terbang patroli maritim menuju ke kapal. Anggota tim pendarat segera masuk ke dalam kapal, dan kapalpun segera menyelam masuk ke dalam laut. Ternyata perahu karet pendarat yang telah dipersiapkan ikut terseret terbawa kapal. Pada malam tanggal 21 Agustus 1962 pukul 21.45 pendaratan RPKAD diulangi sekali lagi, dengan penuh waspada RI Tjandrasa-408 timbul dalam posisi setengah menyelam dan perahu karet beserta tim RPKAD dengan cepat segera meninggalkan kapal untuk menuju ke pantai tujuan. Bersyukur bahwa kali ini pesawat udara patroli maritim Belanda tidak mendeteksi kehadiran RI Tjandrasa sehingga pendaratan tim penyusup dari RPKAD dapat dilaksanakan dengan sukses sesuai dengan yang direncanakan. Selesai mendaratkan tim penyusup RI Tjandrasa-408 segera menyelam ke dalam laut untuk melanjutkan misi sesuai dengan perintah operasi yang diterimanya.
Keberhasilan misi mendaratkan tim penyusup regu RPKAD ini melegakan dan membanggakan baik awak kapal, warga Hiu Kencana, ALRI, maupun pemerintah RI. Untuk keberhasilan RI Tjandrasa-408 tersebut, pemerintah menganugerahkan Bintang Sakti. Demikian maka kepada seluruh awak kapal selam RI Tjandrasa-408, masingmasing menerima sebuah Bintang Sakti atas segala jasa-jasanya. Bila kelak mereka pada saatnya dipanggil menghadap Sang Khalik, berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. RI Tjandrasa-408 adalah satusatunya kapal perang Republik Indonesia penerima anugerah Bintang Sakti dari pemerintah dan negara Republik Indonesia hingga kini. Kapal selam RI Trisula-402 dan RI Nagarangsang-404 yang juga bergabung dalam KKS-15 telah dapat melaksanakan tugas pengintaian, tanpa berhasil mendaratkan tim penyusup karena kuatnya patroli laut dan udara lawan.
Penyusupan atau infiltrasi ke daerah Irian Barat, penambahan dan konsentrasi kekuatan tempur di calon mandala laga, sangat mendukung para politisi di meja perundingan yang memaksa Belanda untuk mengambil solusi jalan damai masalah sengketa Irian Barat dengan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1962, Belanda bersedia berunding dan disepakati adanya penghentian tembak-menembak kedua belah pihak. Kekuatan deterrent yang ofensif Armada RI memaksa Belanda untuk tidak bertindak lebih lanjut ke perang terbuka dengan Indonesia. Akhirnya melalui jalan di meja perundingan bulatlah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Sabang ke Merauke.

Makna Sebuah Penghargaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penghargaan adalah perbuatan menghargai. Adapun penghargaan yang diberikan dapat berbentuk piagam, tanda jasa atau materi lain yang merepresentasikan penghormatan atas karya, jasa dan pengabdian seseorang dan instansi yang luar biasa, melebihi panggilan tugasnya dan mengharumkan nama negara serta bangsa. Salah satu penghargaan tertinggi di Republik Indonesia yang dapat diberikan kepada anggota TNI dan non-TNI yang menjalankan tugas kemiliteran serta menunjukkan sifat-sifat kepahlawanannya melebihi panggilan kewajiban, adalah Bintang Sakti. Kelahiran dan prosedur penganugerahan Bintang Sakti diputuskan berdasarkan Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958.
Keistimewaan dari Bintang Sakti adalah dapat diberikan untuk yang kedua kali, ketiga kali dan seterusnya sejauh yang berhak dinilai memenuhi syarat sesuai UU. Keistimewaan lain dari Bintang Sakti adalah para penerimanya wajib diberi hormat terlebih dahulu oleh sesama stratanya yang tidak menerima bintang tersebut terkecuali atasannya. Kemudian saat si penerima meninggal dunia berhak dimakamkan di makam pahlawan dengan upacara militer apapun pangkat dan kedudukannya. Sebagai perbandingan, Bintang Sakti dapat disamakan dengan Medal of Honour di Amerika Serikat. Bedanya, di Amerika medali tersebut hanya diberikan pada anggota militer dengan persetujuan dari Kongres. Sementara di Indonesia, penganugerahan berdasarkan keputusan presiden atas usul Panglima TNI melalui Dewan Tanda-tanda Jasa RI dan dapat diberikan kepada anggota masyarakat non-TNI.
Keberhasilan RI Tjandrasa-408 mendaratkan pasukan RPKAD ke Irian Barat tanpa terdeteksi pihak Belanda dan kembali ke pangkalan dengan selamat merupakan sesuatu yang luar biasa. Bagi bangsa Indonesia, keberhasilan tersebut kian memperkokoh keyakinan bahwa Indonesia memiliki angkatan bersenjata yang profesional sehingga mampu menandingi kedigdayaan militer Belanda yang dibantu negara-negara anggota NATO dan Amerika Serikat. Selain itu, hal ini sekaligus menjadi bukti keteguhan dan semangat pantang menyerah dari seluruh awak RI Tjandrasa-408, karena sangat jarang ada pihak yang bersedia menjalankan misi serupa untuk kedua kalinya setelah pada saat pertama nyaris tertangkap musuh. Sebuah operasi yang bersifat silent operation jika ketahuan pihak musuh maka menurut prosedur yang berlaku harus dibatalkan. Namun Tjandrasa justru bertindak inkonvensional yaitu berani mengambil resiko dengan kembali menuju ke Teluk Tanah Merah walau sempat terdeteksi lawan sebelumnya. Inilah yang mendasari keputusan pemerintah untuk menganugerahkan Bintang Sakti kepada RI Tjandrasa-408. Kesuksesan misi RI Tjandrasa-408 dalam melaksanakan misi infiltrasi ke Tanah Merah, Irian Barat, sekaligus merupakan representasi dari moto Satuan Kapal Selam Armada ALRI yaitu “Tabah hingga akhir”.
Di sisi lain, bagi pihak Belanda, keberhasilan RI Tjandrasa-408 menembus garis pertahanannya di Irian Barat menjadi penanda bahwa militer Indonesia mampu mengawaki alutsista modern dan berpotensi menjadi ancaman serius bagi kepentingan mereka sekaligus bukti akan kehandalan teknologiUni Soviet yang kala itu adalah lawan dari NATO. Dampak lanjutan dari kejadian ini, Amerika langsung memberikan reaksi yang memberikan keuntungan politis bagi Indonesia, yaitu memaksa pihak Belanda untuk kembali ke meja perundingan dan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia untuk keterlibatan lebih jauh pihak Uni Soviet beserta sekutunya. Akhirnya dalam persetujuan New York yang ditandatangani tanggal 15 Agustus 1962, Belanda bersedia mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI melalui mediasi badan PBB bernama UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority). Selanjutnya UNTEA menyerahkan kepada Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 dan setelah dilakukan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 Irian Barat resmi bergabung menjadi provinsi ke 26 NKRI dengan nama Irian Jaya (yang kemudian Tahun 2002 berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001 berganti nama menjadi Papua). ©Iwan Bahariyanto

Cakrawala Edisi 412 Tahun 2012

2 komentar:

  1. Orang tua saya Peltu TPO ( Purn ) Weliam Dumais pernah bertugas di KS Tjandrasa dan mendapatkan Bintang Sakti

    BalasHapus
  2. tidak mudah menaklukan Belanda di bumi Irian

    BalasHapus