Kamis, 06 Desember 2012

PENATAAN RUANG LAUT GUNA MENDUKUNG PENYELENGARAAN HANKAMNEG DI LAUT



Pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI AL pada hakekatnya diarahkan guna terwujudnya kemampuan “Pengendalian Laut” sebagai salah satu tugas universal dari setiap Angkatan Laut. Pengendalian laut tidak berarti mengendalikan seluruh wilayah laut, karena hal itu akan menuntut suatu kekuatan yang sangat besar yang tidak mungkin dipenuhi oleh negara manapun. Oleh karenanya pengendalian laut lebih dibatasi pada pengendalian Garis Perhubungan Laut (GPL) baik sebagai jalur strategis maupun jalur-jalur operasi.
Bertolak dari konsep pemecahan masalah-masalah Hankamneg di laut, maka penentuan jalur strategis maupun jalur operasi dilaksanakan melalui analisa lingkungan strategis serta pertimbangan kondisi Geografis dan Hidrometeorologi guna menghasilkan perkiraan intensitas dan kapasitas ancaman. Dengan mengetahui jalur strategis maupun jalur operasi serta kapasitas dan intensitas ancamannya, maka dapat ditentukan daerah-daerah atau kawasan-kawasan operasional serta besar dan jenis kekuatan yang harus diproyeksikan ke daerah atau kawasan tersebut tanpa meninggalkan azas-azas/doktrin/prinsip-prinsip/taktik-taktik peperangan laut.
Selaras dengan doktrin penyelenggaraan Hankamneg di laut, maka pembinaan potensi maritim untuk menjadi kekuatan pendukung bagi Hankamneg di laut perlu diwujudkan dalam keserasian dengan perkembangan kekuatan TNI AL. Dari uraian di atas, maka tata ruang laut dalam rangka mendukung Hankamneg di laut akan meliputi :
a. Daerah/kawasan operasi yang didalamnya terdapat jalur strategis dan jalur operasi.
b. Daerah-daerah latihan dalam rangka pembinaan kemampuan.
c. Area-area pelibatan yang berpedoman pada sistem pertahanan mendalam sesuai dengan Strategi Pertahanan Laut Nusantara.
d. Pangkalan-pangkalan pendukung satuan operasional.
e. Desa-desa pantai potensial.
f. Daerah pembangunan aspek kelautan.

PRINSIP UNIVERSAL STRATEGI ANGKATAN LAUT
Prinsip universal ini merupakan prinsip dasar dalam hal strategi yang telah dimiliki oleh Angkatan Laut di semua negara. Adapun prinsip universal ini, antara lain:
a. Untuk menjaga agar pantai-pantai dalam kedaulatan negara terbebaskan dari serangan musuh, melumpuhkan kekuatan musuh, meghancurkan kekuatan musuh dan menyeret musuh kepada kekuasaan kita serta menjamin kebebasan jalur perekonomian negara.
b. Armada yang dapat menjamin kebebasan pergerakan kepentingan negaranya di lautan dan mencegahnya dari serangan lawan adalah Armada yang menguasai dan mengendalikan lautanya.
c. Strategi Angkatan Laut berbeda dengan Strategi Angkatan Darat, misalnya untuk penguasaan kawasan darat dimana peluang logistik seperti air dan makanan lebih mudah didapat. Karenanya pengatur strategi Angkatan Laut harus lebih fasih dalam melakukan perhitungan dukungan logistiknya selain logistik persenjataanya dalam niatnya menguasai dan mengendalikan pergerakan di lautan.

DAERAH/KAWASAN OPERASI LAUT
Melihat kemungkinan arah datangnya ancaman serta kenyataan akan bentuk geografis negara dan GPL yang digunakan sebagai konsekuensi letak negara pada posisi silang, maka jalur-jalur laut yang dinilai sangat strategis adalah :
a. Jalur Laut Natuna-Selat Malaka-Samudra Hindia/Perairan Barat dan Utara Sumatera.
b. Jalur Laut Natuna-Selat  Karimata-Selat Sunda-Samudera Hindia/Selatan Jawa.
c. Jalur Laut Sulawesi Selat Makasar-Selat Lombok-Samudera Hindia.
d. Jalur Laut Halmahera-Laut Maluku-Laut Banda-Selat Wetar/Selat Ombai.
e. Jalur Laut Irian Jaya-Laut Seram-Selat Manipa/Selat Misol-Laut Aru-Selat Tores.
Berdasarkan letak jalur-jalur strategis tersebut di atas, maka daerah/kawasan operasi laut dapat dibagi menjadi 5 daerah/kawasan sebagai berikut :
a. Daerah Operasi Laut I: Laut Natuna s.d. Selat Malaka bagian Utara dan Selat Karimata s.d. Selat Sunda.
b. Daerah Operasi Laut II: Laut Sulawesi s.d. Samudra Hindia/Selatan NTB termasuk Selat Makasar dan Selat Sunda.
c. Daerah Operasi Laut III: Laut Halmahera s.d. Samudra Hindia/Selatan NTT termasuk Laut Maluku, Laut Banda dan Selat Wetar/Selat Ombai.
d. Daerah Operasi Laut IV: Perairan Utara Irian Jaya, Laut Seram, Laut Aru s.d. Selat Tores.
e. Daerah Operasi Laut V: Perairan Barat Sumatera s.d. Selatan Jawa.

DAERAH LATIHAN DALAM RANGKA PEMBINAAN KEMAMPUAN
Berdasarkan pada tujuan penyesuaian dan penguasaan medan bagi satuan operasional, maka daerah-daerah latihan pada hakekatnya sama dengan area-area pelibatan yang telah dirancang dalam sistem pertahanan mendalam. Khusus untuk daerah latihan operasi amfibi dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan hidrometeorologi, maka ditetapkan daerah-daerah berikut ini sebagai daerah latihan operasi amfibi :
a. Pantai Anyer/Banten.
b. Pantai Tuban/Jatim.
c. Pantai Paiton dan Tanjung Jangkar/Jatim.
d. Pantai Singkawang/Kalbar.
e. Pantai Samalanga/Sabang.
f. Pantai Amahai/Seram.
g. Pantai Petukangan/Sulsel.
h. Pantai Suprau/Sorong.
i. Pantai Singkep/Pulau Singkep.
Disamping itu, untuk daerah latihan operasi darat ditetapkan daerah-daerah sebagai berikut:
a. Daerah Purbaya.
b. Daerah Baluran.
c. Daerah Bantilan, Slopeng, Srengseng.
d. Daerah Sukorejo.
e. Daerah Pelabuhan Ratu.
f.  Daerah Sangir Talaud.
g. Daerah Cilacap.
h. Daerah Batakan, Takesong.
i.  Daerah Anyer.
j.  Daerah Pulau Laut.
k. Daerah Anambas.
l.  Daerah Karang Pandan.

KONSEP DASAR PELIBATAN
Sebagai konsekuensi dianutnya sistem pertahanan mendalam, maka pukulan terhadap lawan harus telah dapat diberikan sejauh mungkin di luar perairan teritorial pada garis imajiner. Apabila tidak berhasil maka pukulan dilaksanakan secara berurutan di pintu-pintu masuk, wilayah teritorial dan akhirnya di pantai-pantai pendaratan. Adapun area-area pelibatan dapat dibagi sebagai berikut:
a. Di seluruh kawasan laut ZEEI berdasarkan kemungkinan arah datangnya ancaman.
b. Pintu-pintu masuk laut teritorial yang meliputi:
1) Corong Laut Natuna.
2) Selat Malaka bagian Utara.
3) Selat Sunda.
4) Selat Lombok.
5) Selat Ombai.
6) Selat Wetar.
7) Selat Tores.
8) Laut Seram.
9) Laut Halmahera.
10) Laut Sulawesi.
c. Di wilayah teritorial.
Area-area pelibatan di wilayah laut teritorial dipilih berdasarkan pertimbangan geografis dan hidrometeorologi serta perhitungan taktis dari jenis kesenjataan yang akan digunakan. Wilayah yang kedalaman laut dan ruang manuvranya terbatas, akan lebih sesuai sebagai area pelibatan kesenjataan ranjau. Sebaliknya wilayah laut yang luas dan dalam akan efektif sebagai area pelibatan kesenjataan kapal selam dan kapal-kapal permukaan. Sedangkan wilayah yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sangat ideal bagi area pelibatan kapal-kapal cepat torpedo/rudal.

PANGKALAN PENDUKUNG SATUAN OPERASIONAL
           Pengembangan Armada RI menjadi tiga Komando Wilayah Laut (Kowila) berjalan sesuai dengan tahapan skala prioritas yang ditetapkan dalam Rencana Strategis TNI AL hingga 2024 diharapkan dapat berfungsi sebagai Pangkalan Induk bagi satuan-satuan operasional di lapangan. Sedangkan pangkalan-pangkalan TNI AL yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia berfungsi sebagai Pangkalan Operasi.
Terkait pergeseran fokus kekuatan kekuatan Amerika Serikat ke Asia Pasifik, salah satunya dengan penempatan pasukan marinirnya di Darwin yang berdampak meningkatnya pelayaran kapal-kapal militer asing, terutama melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia II dan III, dan hal tersebut secara tidak langsung akan menjadikan ancaman bagi Hankamneg khususnya di laut. Oleh sebab itu kekuatan di dua komando armada yang telah ada saat ini dapat dimaksimalkan untuk dimobilisasi sesuai kebutuhan dan dengan tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces atau MEF), semua bisa dikoordinasikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat ancaman yang dihadapi, dan perkembangan lingkungan strategis yang ada. Meski demikian pengembangan armada tersebut diharapkan dapat diwujudkan pada tahun 2014.
Direncanakan, Komando Wilayah Laut Barat (Kowila Barat) akan berkedudukan di Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Kowila Tengah di Makassar (Sulawesi Selatan) dan Kowila Timur berpusat di Sorong (Papua).

PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Bila dikaitkan dengan perkembangan situasi lingkungan strategis instrument pertahanan dan potensi konflik di kawasan yang semakin signifikan juga akan dapat membawa Indonesia ke tengah medan sengketa dengan pihak lain. Khususnya antisipasi terhadap luapan konflik kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Tidak akan dapat dihindari bahwa hal tersebut akan menempatkan Indonesia tidak hanya sebagai penonton, suka tidak suka Indonesia akan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung walaupun alih-alih tidak sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Indikator dan sinyalemen akan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan sudah jelas dan kasat mata yang ditandai dengan bagaimana semakin gencarnya China sebagai salah satu aktor dan kekuatan militer baru berusaha memperkuat dan memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut. Oleh karenanya, untuk mengantisipasi fenomena tersebut di atas maka penataan gelar TNI Tri Matra Terpadu dalam kontek Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan) merupakan sesuatu kebutuhan dan mendesak guna pertahanan dan keamanan negara khususnya di laut. Untuk itu sangat dibutuhkan komitmen yang kuat baik politik maupun anggaran sejalan dengan skala prioritas dan perkembangan kebutuhan terkini. © Kapten Laut (P) John David Nalasakti Sondakh.

Cakrawala Edisi 412 Tahun 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar